Saiful Islam : Kematian Ibarat Cambuk!

kematian

Kematian merupakan topik yang selalu hangat. Karena semua orang akan mengalaminya. Hanya masalah waktu saja kapan tamu itu akan datang. Bagi Direktur Mahad Al Quran dan Dirasat Islamiyah (MAQDIS), Saiful Islam Mubarak kematian ibarat cambuk bagi mereka yang masih hidup. Setiap kematian hendaknya menjadi pelajaran bagi mereka yang ditinggalkannya.

Allah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an bahwa kematian dalam Islam tidak ada pengaruhnya dengan usia. Bahkan, kematian senantiasa diingatkan kepada kita setiap saat. Karena kehidupan yang hakiki dalam Islam adalah kelak di akhirat sana. Hidup di dunia tak lain digunakan untuk ‘mempersiapkan’ kematian.

Bahkan dalam surat Al Hasyr: 18 Allah berfirman, “wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri mempersiapkan diri untuk besok dihisab (ditimbang amal)…” Kita lihat, bagaimana ‘besok’ bagi umat muslim adalah hari perhitungan. “Bukan nanti puluhan tahun lagi, tapi besok! Itu artinya, kita mati sebelum ‘besok’,” tutur Saiful dalam sebuah ceramah. Bisa jadi sore, malam, atau siang ini. Isyarat itu berlaku untuk siapa saja baik tua maupun muda. Karena sesungguhnya kematian bagi seseorang itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Allah.

Kita harus senantiasa menjadikan kematian seseorang sebagai tazkirah bagi kita. Bisa jadi kita tinggal beberapa menit lagi. Jangan sampai kita terlarut-larut dalam duka. Justru kematian orang lain haruslah menjadi semacam cambuk bagi kita untuk introspeksi diri. Jangan sampai kita menangguhkan setiap amal yang bisa kita lakukan sekarang. Segeralah bertobat dan mohon ampun. Apabila punya dosa kepada orang lain, segeralah minta maaf. Apabila itu tidak mungkin dilakukan maka mohon ampunlah kepada Allah. Bila kita masih memiliki utang segera lunasi, baik itu utang janji/ perbuatan maupun utang material. Karena sungguh seseorang yang meninggal dalam kondisi berutang akan sangat terbebani kelak di akhirat.  

“Jadikanlah ungkapan ‘semoga beliau meninggal dalam keadaan khusnul khatimah’ sebagai doa bagi yang sudah meninggal dan doa untuk kita sendiri,” ungkapnya. Malah jangan sampai keluar dari mulut kita sesuatu yang buruk tentang orang yang sudah meninggal. Tetapi perlu diingat, manusia hanya bisa berusaha dan berdoa ketetapan tetap ada di tangan Allah. Apakah seseorang meninggal dalam keadaan khusnul khatimah atau tidak hanya Allah-lah yang mengetahui hal itu.

Tugas kita selaku manusia adalah mendoakan mereka dengan kebaikan. Jangan sampai kita berlebihan, apalagi sampai meyakini seseorang telah meninggal dalam keadaan khusnul khatimah atau sebaliknya. Sikapilah dengan wajar dan lapang dada. Ingatlah selalu bahwa kematian itu hanya terjadi satu kali dan tanpa aba-aba. Tidak ada latihan dulu apalagi gladi resik, sehingga pastikan semua berjalan dengan baik dan dalam keadaan terbaik (khusnul khatimah). Berusahalah selama hidup dan kesempatan kesehatan untuk menggapai kematian yang mulia. Sisanya kita berserah diri hanya kepada Allah.

Agar selalu mengingat kematian?

Memang bawaan manusia suka lupa. Justru karena itulah kita harus senantiasa waspada. Sadar diri bahwa kita suka lupa, jadi kita harus selalu berbenah diri. Adakalanya keimanan kita kuat, ada juga kita. Kita harus menyadari hal itu, sadar dalam artian ketika lupa segera bertobat. Nah, yang buruk adalah ketika kita tidak sadar bahwa kita sedang lalai. Khusus untuk mengingat kematian sebenarnya banyak cara. Saiful menguraikan beberapa diantaranya;

Pertama, setiap kali kita mendengar ada kata ‘kematian’ alamatkanlah kata tersebut pada diri kita. Misalkan ada teman atau saudara kita yang baru meninggal dunia, pikirkanlah bahwa kita ‘yang berikutnya’. Karena dengan begitu kita akan senantiasa berhati-hati dalam kehidupan dan selalu ingin memberi yang terbaik dalam ibadah. Bukankah Rasul pernah mengisyaratkan kepada kita, beribadahlah seolah ini ibadah terakhir.

Kedua, jangan pernah berpikir bahwa kematian hanya dekat dengan orang sakit. Ketahuilah bahwa orang yang meninggal saat sehat jauh lebih banyak dari mereka yang meninggal akibat penyakit. Misalkan, korban gempa, tsunami, banjir, dan bencana lain mereka mayoritas adalah orang sehat. Berbagai kecelakaan besar baik di darat maupun di laut banyak korban adalah orang yang sehat. Coba kita bandingkan dengan angka kematian yang ditimbulkan oleh penyakit? Tentu akan sangat jauh sekali. Melalui paradigma seperti ini, kita diharapkan tidak berleha-leha saat diberi kesehatan. Justru sebaliknya, semakin memperbanyak ibadah dan amal shaleh selagi diberi kemampuan.

Terakhir, ingat sekali lagi bahwa kematian tidak ada hubungannya dengan usia. Karena memang konsep kematian Islam tidak mengenal usia. Segeralah memperbaiki diri, jangan tunggu sampai tua untuk bertobat. Tapi lakukanlah sekarang, karena mungkin besok kita sudah tidak di dunia lagi.

Tentang konsep kehidupan setelah kematian, Saiful seolah-olah memberi penegasan khusus. “Perlu kita imani dan camkan dalam hati tentang kehidupan hakiki setelah kematian,” serunya.  Bila kebaikan yang kita tanam, maka kita akan memanen kebaikan pula. Begitu juga sebaliknya. Segala bentuk ganjaran kita dapatkan dalam keabadian. Bila kenikmatan, maka itu kenikmatan yang abadi. Celaka pun, adalah celaka yang abadi. Sehingga kita harus benar-benar berhati-hati selama hidup.

Ketika kita sujud kita mendapat kenikmatan, tetapi kita takut shalat kita tidak diterima maka tinggkatkan kualitas ibadahnya. Harapan dan ketakutan akan kehidupan setelah mati ini hendaknya kita jadikan energi ibadah kita. “Jadikanlah kehidupan akhirat sebagai motivasi sekaligus ‘pecut’ guna mendongkrak kualitas ibadah kita. Melalui sinergi Al Khauf (rasa takut) dan Ar Raja (harapan) ini diharapkan memberntuk pribadi mukmin yang senantiasa siap menghadapi maut. Kapan pun ‘tamu’ itu datang,” tutup Saiful.

Satu respons untuk “Saiful Islam : Kematian Ibarat Cambuk!

Tinggalkan komentar